Selasa, 22 Juni 2010

YANG KECIL DAN YANG TERPINGGIRKAN ; WISMA AIRTON

Mungkin tidak banyak yang tahu akan keberadaan dan hidup mereka, namun mereka tahu apa yang sebagian besar kita tidak tahu tentang bertahan hidup. Mereka adalah komunitas kecil yang bermukim di bawah kolong jembatan. Beratapkan beton dan beralaskan aliran sungai dengan tumpukan sampah. Mereka adalah orang-orang yang punya “daftar harapan” panjang, sepanjang aliran sungai tempat mereka bergantung.


Mereka dan sungai, seakan menjadi bagian yang tak terpisahkan. Dari sampah yang bagi sebagian orang tak lagi berguna, menjadi cara mereka untuk bertahan hidup di Jakarta yang katanya “lebih kejam daripada ibu tiri.” Setiap hari mereka mencari sampah plastik yang terbawa arus aliran sungai, hanya untuk membuat dapur mereka tetap “berasap.” Dan mereka tanpa sadar telah membantu kita membersihkan sungai dari sampah “keangkuhan hidup Jakarta”.


Secara sosiologis, mereka adalah gambaran kepadatan sebuah kota seperti yang Louis Wirth kemukakan. Dengan tingkat pertumbuhan kota dan pertumbuhan tingkat kepadatan, semakin “memperketat” persaingan antar individu. Mereka yang kalah, adalah mereka yang akhirnya tersingkirkan. Namun, daya juang hidup mereka tidak bisa diabaikan.


Mereka hidup secara sederhana, hidup adalah hari ini. Dan esok biarkan tangan Tuhan yang mengatur. Namun, bukan berarti mereka berpangku tangan, mereka hanya tidak mau terlalu sering “menumpuk” mimpi yang akhirnya ikut hanyut dibawa aliran sungai. Mereka punya banyak mimpi yang mereka “taruh’ pada anak mereka, namun mereka menyadari bahwa kenyataan sampai hari ini mereka masih dapat bertahan hidup adalah hal yang patut disyukuri.


Kini, keberadaan mereka terancam. Setelah harapan yang hampir musnah ditelan banjir awal tahun ini, kini mereka harus bersiap-siap untuk pindah dari tempat yang telah mereka tempati sejak awal tahun 80-an. Usaha pemerintah dengan memberi image kota megapolitan lewat pembangunan “waterways” akan “mengusir” mereka dengan sendirinya. Namun mereka menyadari bahwa mereka adalah “buruh” pemerintah, dan pemerintah si empunya kuasa. Walau mereka sendiri tidak tahu kemana mereka akan pergi. Setidaknya dibalik budaya “buang sampah sembarangan” masyarakat Jakarta, mereka masih dapat memperpanjang hidup mereka di WISMA AIRTON. Karena pemerintah harus “menyulap” sungai menjadi bersih dari sampah, dan pastinya tidak sedikit waktu yang diperlukan.


“kekuatan dan keberanian,,,butuh kekuatan untuk bertahan hidup namun butuh keberanian untuk hidup”.

-anonim-


*AIRTON, adalah sebutan yang mereka berikan untuk tempat mereka tinggal AIRTON merupakan kependekan dari ATAS AIR BAWAH BETON. Atau mereka juga menyebutnya sebagai APARTEMEN GANTUNG.


by: Asteria Prayitno

0 komentar:

Posting Komentar